RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo melayanai pemeriksaan dan konseling pasien VCT-CST.

VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepda ODHA, keluarga dan lingkungannya.

Layanan test HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and Testing). Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi HIV di dalam sampel darah.  Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum melakukan tes HIV, akan dilakukan konseling untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dari perilaku selama ini dan bagaimana nantinya harus bersikap setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk tes cepat dapat juga digunakan tes usapan selaput lendir mulut (Oraquick).

Jadi, VCT adalah konseling tes HIV sebagai upaya untuk memberikan dukungan secara psikologis dan emosional yang dapat dilakukan melalui dialog personal antara sesorang ‘konselor’ dan seorang ‘klien’ atau antara seorang konselor bersama klien dan pasangan (couple counceling).

VCT (Voluntary Counselling and Testing ) diartikan sebagai Konseling dan Tes Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia antara klien dan konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS.

VCT terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

  1. Konseling sebelum testing HIV
  2. Testing HIV
  3. Konseling setelah testing HIV

Proses konseleing termasuk evaluasi resiko personal peneluran HIV, fasilitas pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuain diri ketika klien memperoleh hasil tes HIV positif.

Testing HIV adalah pengambilan darah untuk pemeriksaan HIV yang dapat dilakukan dirumah sakit, klinik, labolatorium dan lembaga swadaya masyarakat yang menyediakan pelayanan VCT.

1)      Syarat tes HIV (VCT) pada klien adalah:

  1. a)Tes harus dilaksanakan dengan sepengetahuan dan dengan izin dari pasien.
  2. b)Pasien harus paham mengetahui HIV/AIDS sebelum tes dilaksanakan.
  3. c)Konseling duberikan pada pasien sebelum tes untuk membantu pasien membuat pertimbangan yang bijaksana sebelum memutuskan: mau dites atau tidak.
  4. d)Tes HIV harus dirahasiakan oleh dokter dan konselor. Hasilnnya tidak boleh dibocorkan kepada orang lain kecuali oleh pasien.
  5. e)Seteah tes, konseling harus diberikan lagi agar pasien dapat memahami hasil tes dan untuk membantu pasien mennyusun rencana sert tes dan untuk membantu pasien mennyusun rencana serta langkah-langkah selanjutnya sesuai hasil tes.

2)      Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dlam konselig VCT:

  1. a)Pasien akan mendapatkan pengetahuan mengenai HIV dan AIDS.
  2. b)Pasien bisa menceritakan permasalahan yang dihadapi.
  3. c)Konselor akan membantu untuk mencari jalan keluar atau membantu menentukan keputusan, dalam hal ini tentang HIV/AIDS.
  4. d)Konseling sifatnya menjelaskan pilihan pasien.
  5. e)Orang yang memberikan konseling tidak boleh memaksakan kehendak atau nilai-nilai pribadi pada pasien.
  6. f)Dalam konseling, kerahasiaan pasien harus dijunjung tinggi.
  7. g)Jika konselor atau dokter harus mendiskusikan permaslahan pasien ke konselor atau doker lain, sifatnya adalah pembahsan kasus dan bukan tentang pribadi pasien.

3)      Konseling dalam VCT ini dimaksudkan memberikan informasi factual dan dukungan kepada ODHA dan keluarganya,karena itu diperlukan materi-materi yaitu (Depkes,2003):

  1. a)Kebutuhan primer untuk mencegah infeksi dan infeksi ulang.
  2. b)Informasi dasar tentang infeksi HIV dan penyakit terkait dan cara penularan.
  3. c)Penilaian tingkat risiko infeksi HIV.
  4. d)Mengkaji kemungkinan sumber infeksi klien.
  5. e)Informasi khusus untuk menurunkan risiko dengan perubahan perilaku berisiko.
  1. Waktu Dilakukannya VCT

VCT perlu dilakukan bila seseorang merasa kawatir atau takut akan tertular HIV dikerenakan:

  1. Perilaku beresiko dengan berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom.
  2. Pernah tertular IMS atau penyakit kelamin lebih dari dua kali.
  3. Menggunkan jarum suntik secra bergantian atau tidak steril.
  4. Pernah menrima trnfusi darah tanpa melalui proses pemeriksaan(screening).